Thursday, September 12, 2013

Pertunangan Dalam Islam

Di zaman sekarang  ini tidak asing lagi bagi kita bila mendengar istilah Tunangan. Istilah tersebut hampir dikenal seluruh kalangan dan lingkungan, dari kalangan orang biasa sampai kalangan orang luar biasa, dari lingkungan  kota sampai lingkungan desa.
Kemudian apa sih tunangan itu?
Sebenarnya dalam Islam pun istilah tersebut telah dikenal, namun dengan istilah lain, yaitu Khitbah. Hanya saja istilah Tunangan tersebut mempunyai qoyyid atau ketentuan yang menjadikan Khitbah yang dijelaskan oleh Syari’at dengan Tunangan seakan-akan berbeda. Pasalnya Tunangan itu sendiri mengharuskan kedua pasangan untuk saling memakaikan cincin tunangan  sebagai tanda ikatanTunangan yang disebut juga dengan istilah tukar cincin. Sedangkan menurut Syari’at, Khitbah tersebut tidak menuntut hal demikian, bahkan saling memakaikan cincin–yang tentunya di antara kedua pasangan tersebut memegang  tangan pasangannya–adalah sesuatu yang dilarang Syari’at; karena diantara keduanya belum sah dalam sebuah ikatan pernikahan. Dan laki-laki yang mengkhitbah seorang  perempuan hanya diperbolehkan melihat dua anggota dari seorang perempuan yang dikhitbahnya, yaitu muka dan kedua telapak tangan saja.
Di dalam istilah jawa, istilah Tunangan disebut juga dengan istilah “Tetalen”. Istilah tersebut diambil dari kata “Tali”; karena seseorang yang telah terlibat dengan istilah tersebut seakan-akan mereka berada dalam sebuah tali yang mengikat mereka. Kedua pasangan Tetalen tidak bisa sesuka hati memilih atau menerima orang lain ke jenjang pernikahan, kecuali dengan seseorang yang mempunyai ikatan tersebut dan selagi ikatan tersebut belum terputus atau dilepas atas kesepakatan keduanya.
Sedangkan di kalangan anak muda zaman sekarang, hubungan khusus antar lawan jenis yang resmi menurut mereka—dengan artian kedua pasangan tersebut mengakuinya—dikelompokkan ke dalam tiga katagori, yaitu:
1.    Pacar, yaitu bila salah satu dari pasangan tersebut mengucapkan kata-kata cinta— yang mungkin murni dari hati atau sekedar gombal­—atau permintaan menjadi pacar yang menuntut jawaban iya atau tdak, dan yang satunya menerima dengan jawaban iya atau dengan ungkapan yang searti dengan ungkapan tersebut.
2.    Tunangan, yaitu apabila kedua pasangan tersebut saling memakaikan cincin tunanagan, baik secara resmi dengan mengadakan acara khusus dan melibatkan kedua keluarga pasangan atau hanya sekedar perjanjian diantara keduanya saja.
3.   Suami-Istri, yaitu apabila kedua pasangan tersebut sudah berada dalam ikatan pernikahan yang sah.
Di samping tiga katagori tersebut, baru-baru ini muncul yang namanya “Teman tapi mesra” dan “Kakak adik ketemu gede”. seorang laki-laki menganggap seorang perempuan sebagai adik atau sebaliknya, atau menganggap teman tapi melebihi dari batas teman yang wajar. Diantara faktor keduanya adalah timbul dari perasaan tidak enak kepada seseorang yang ia tolak cintanya, dengan tujuan supaya tidak menyakiti hati orang tersebut, atau karena rasa kagum pada seseorang dan menginginkan orang tersebut menjadi kakak atau adik angkatnya. Bahkan tidak sedikit dalam kasus seperti ini mereka yang tersandung cinta kepada adik angkatnya ketika telah  beranjak dewasa.

PENGERTIAN KHITBAH
Khitbah atau Pinangan menurut Syari’at adalah langkah penetapan atau penentuan sebelum pernikahan. Bagi laki-laki yang akan meminang seorang perempuan harus dalam ketenanagan dan kemantapan  untuk menentukan pilihannya dari semua sisi sehingga setelah meminang tidak terlintas dalam benaknya untuk membatalkan pinangan dan mengundur pernikahannya tanpa ada sebab; karena hal tersebut menyakiti diri perempuan yang di pinang, merobek perasaan  dan  melukai kemuliannya dengan sesuatau yang tidak di ridloi Agama dan tidak sesuai dengan budi pekerti yang luhur.
Pinangan tersebut adalah sesuatau yang timbul dari seorang laki-laki yang meminang ketika berniat untuk menikah dengan menjelaskan maksudnya, baik dirinya sendiri atau melalui perantaraan seseorang yang dipercaya dari keluarga atau saudaranya.

HUKUM MEMINANG PEREMPUAN YANG TELAH DI PINANG
Ketika seorang perempuan telah dipinang, maka ia telah menutup diri dari pinangan orang lain, dalam artian tidak satupun seseorang yang diperbolehkan Syari’at untuk meminangnya; karena hal tersebut mejadikan terputusnya ikatan, menumbuhkan kebencian dan permusuhan. Seorang muslim tidak diperkenankan menyaingi dan merebut pinangan yang telah didahului saudara seislamnya  kecuali saudaranya telah membatalkan pinangan tersebut dengan tanpa ragu.  Ketika ia ragu dalam memutus pinangan, maka wajib meminta izin padanya atas diperbolehkan atau tidaknya meminang pinangan yang ia masih ragu untuk memutusnya.
Sebagaimana Rosulullah melarang hal tersebut  dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar R.A,  Rosulullah SAW bersabda : “tidak di perbolehkan bagi seorang laki-laki meminang seorang wanita yang telah dipinang  saudaranya sehingga pinangannya itu dibatalkan  sebelumnya atau seorang yang meminang member izin padanya.”(Au kama Qol).
Larangan yang dijelaskan hadits di atas menunjukan terhadap larangan yang berunsur “Haram” menurut pendapat Jumhurul Fuqoha (mayoritas Ulama), di antaranya adalah Imam Syafi’I RA. Beliau berkata: “Arti hadits tersebut adalah ketika seorang laki-laki telah meminang  seorang perempuan yang telah rela dan cenderung menerima pinangannya, maka tidak diperbolehkan kepada siapapun untuk meminangnya”.
Adapun ketika seorang perempuan tersebut belum diketahui kerelaan dan kecenderungan menerima pinangan tersebut, maka hukum meminangnya diperbolehkan, dan di antara tanda-tanda dari kerelaan perempuan yang Perawan (Bikr) adalah diamnya, dan Janda (Tsayyib) dengan ucapan iya atau sejenisnya.
HUKUM PEREMPUAN YANG TELAH DI PINANG ADALAH HUKUM PEREMPUAN LAIN (AJNABIYAH)
Hal ini adalah tatak rama Islam dalam sesuatau yang berhubungan dengan diperbolehkannya melihat perempuan yang akan dipinang, namun kebanyakan orang  zaman sekarng  beranggapan bahwa perempuan yang dipinangnya atau disebut dengan tunangannya sebagai seseorang yang mutlak ia miliki, padahal anggapan tersebut salah; karena Tunangan atau seorang yang telah meminang atau yang telah dipinang itu masih dalam hukum orang lain,  masih diharamkan apa saja yang diharamkan terhadap orang lain sebelum resepsi pernikannya dilaksanakan dengan sempurna.
MERAMAIKAN PERNIKAHAN DAN MENYAMARKAN PINANGAN
Dari ungkapan di atas, agama Islam yang lurus menganjurkan untuk  menyembunyikan atau tidak meramaikan pinanagan, dalam artian perayaannya dalam batas-batas yang lebih sempit dengan hanya melibatkan anggota keluarga saja tanpa mengadakan acara-acara seperti nasyid dll.
SYABAK
Ada istilah lain dalam bahasa Arab yang sama arti dengan tunangan yaitu “Syabak”, dan hadiyah yang diberikan ketika tunangan baik berbentuk cincin tunangan atau lainnya disebut dengan “Syabkah”. Hal tersebut adalah sesuatu yang baru-baru muncul dan marak di kalangan masyarakat umum di zaman sekarang ini. mereka menambah beban terhadap seseorang yang hendak menikah bahkan mereka bermahal-mahalan dalam masalah syabkah (Hadiah Tunanangan) dan hampir samapi mendahulukan mahar.
Demikian itu bukanlah dari urusan Islam sedikitpun , hanya saja Islam tidak melarang hal tersebut selagi masih dalam batas-batas kemampuan; karena Syari’at bisa menganggap ‘urf (konvensi) atau kebiasaan selagi tidak bertentangan dengan nas-nas Syari’at tersebut.
Tapi harus diperhatikan bahwa seorang laki-laki diharamkan memakai sesuatu yang terbuat dari emas baik berbentuk cincin atau yang lainnya. Cukuplah cincin tunangan yang terbuat dari emas  dipakai Tunangan Perempuan saja atau Tunangan laki-laki memakai cincin tunangan selain emas, seperti perak, tembaga dan lain lain tanpa saling memakaikan cincin tunangan tersebut; karena keduanya belumlah halal dalam ikatan pernikahan yang sah.

MEMBATALKAN TUNANGAN
Kadang-kadang setelah bertunagan, terjadi sesuatu yang mendatangkan terhadap batalnya tunangan. Dalam hal ini mengembalikan syabkah ( hadiah tunangan)  secara utuh itu hukumnya wajib  menurut Syari’at. Adapun hadiah-hadiah yang bersifat tidak langgeng seperti makanan, maka hukumnya tidak wajib diganti, sedangkan sesuatu yang bersifat langgeng seperti jam tangan, cincin emas dan gelang, maka wajib dikembalikan apabila pembatalan tunangan tersebut diminta dari pihak perempuan. Jika pembtalan tunangan tersebut dari pihak laki-laki atau disebabkan kematian maka tidak wajib mengembalikannya.
Tetapi sebagai orang yang bermoral tinggi dan bermartabat luhur, hendaknya kita tidak pernah meminta kembali sesuatu sesuatu yang telah kita berikan kepada seseorang; karena  seorang yang meminta pemberiannya kembali sama halnya dengan anjing yang memakan utah-utahannya sendiri, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi SAW.
Wallahu a’lam.

Tuesday, September 3, 2013

Kiat Menata Keluarga Islami

Bagaimanakah wujud keluarga Islami itu? Bayangan anda tentang suami isteri yang bertingkah laku bagai malaikat serta rahmat Allah yang senantiasa melimpahi kebutuhan hidup mereka tentu bukanlah gambaran yang benar. Ajaran Islam sendiri merupakan ajaran yang dirancang bagi manusia yang memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan dan siap diterapkan dalam berbagai keadaan yang menyertai hidup manusia.

Jadi, jika anda menemui goncangan-goncangan yang menyangkut diri anda dalam masalah pribadi, hubungan dengan suami atau isteri dan anak-anak, atau dalam berbagai kondisi yang menyertai keluarga, janganlah anda panik dulu atau merasa dunia hampir kiamat. Sebab, justru dalam momen seperti itulah anda dapat memperlihatkan komitmen sebagai seseorang sebelum dibuktikannya melalui amal kehidupan.

Ada beberapa hal yang patut anda perhatikan dalam upaya menumbuhkan keluarga bahagia menurut ajaran Islam atau dalam menghadapi berbagai persoalan, diantaranya;

1. Mengenal karakter pribadi
Kepribadian manusia ditentukan oleh berbagai unsur lingkungan: nilai yang diyakini dan pengaruh sosialisasi perilaku lingkungan terdekat serta lingkungan internal (sifat bawaan) itu sendiri. Mengenal secara jelas karakter pasangan hidup adalah bekal utama dalam upaya penyesuaian, penyeimbangan dan bahkan perbaikan. Satu catatan penting mengenai hal ini ialah anda harus menyediakan kesabaran selama proses pengenalan itu berlangsung, sebab hal itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

2. Fikrah yang jelas
Pemikiran Islami tentang tujuan-tujuan dakwah dan kehidupan keluarga merupakan unsur pentng dalam perkawinan. Ini adalah syarat utama.Keluarga islami bukanlah keluarga yang tenang tanpa gejolak. Bukan pula keluarga yang berjalan di atas ketidakjelasan tujuan sehingga melahirkan kebahagiaan semu. Kalaulah Umar bin Khattab menggebah para pedagang di pasar yang tidak memahami fiqih (perdagangan), maka layak dipandang sebagai sebuah kekeliruan besar seseorang yang menikah namun tak memahami dengan jelas apa hakekat pernikahan dalam Islam dan bagaimana kaitannya dengan kemajuan dakwah.

3. Penyatuan idealisme
Ketika ijab qobul dikumandangkan di depan wali, sebenarnya yang bersatu bukanlah sekedar jasad dua makhluk yang berlainan jenis. Pada detik itu sesungguhnya tengah terjadi pertemuan dua pemikiran, perjumpaan dua tujuan hidup dan perkawinan dua pribadi dengan tingkat keimanan masing-masing. Karena itu, penyatuan pemikiran dan idealisme akan menyempurnakan pertemuan fisik kedua insan.


4. Pemeliharaan kasih sayang
Sikap rahmah (kasih sayang) kepada pasangan hidup dan anak-anak merupakan tulang punggung kelangsungan keharmonisan keluarga. Rasulullah SAW menyapa Aisyah dengan panggilan yang memanjakan, dengan gelar yang menyenangkan hati. Bahkan beliau membolehkan seseorang berdiplomasi kepada pasangan hidupnya dalam rangka membangun kasih sayang. Suami atau isteri harus mampu menampilkan sosok diri dan pribadi yang dapat menumbuhkan rasa tenteram, senang kerinduan. Ingat, di atas rasa kasih sayanglah pasangan hidup dapat membagi beban, meredam kemelut dan mengurangi rasa lapar.

5. Kontinuitas tarbiyah
Tarbiyah (pendidikan) merupakan kebutuhan asasi setiap manusia. Para suami yang telah aktif dalam medan dakwah biasanya akan mudah mendapatkan hal ini. Namun, isteri juga memiliki hak yang sama. Penyelenggaraannya merupakan tanggung jawab suami khususnya, kaum lelaki muslim umumnya. Itulah sebabnya Rasulullah SAW meluluskan permintaan ta’lim (pengajaran) para wanita muslimah yang datang kepada beliau. Beliau memberikan kesempatan khusus bagi pembinaan wanita dan kaum ibu (ummahaat). Perbedaan perlakuan tarbiyah antara suami dan isteri akan membuat timpang pasangan itu dan akibatnya tentu kegoncangan rumah tangga.

6 Penataan ekonomi
Turunnya Surat al Ahzab yang berkaitan dengan ultimatum Allah SWT kepada para isteri Nabi SAW, erat kaitannya dengan persoalan ekonomi. Islam dengan tegas telah melimpahkan tanggung jawab nafkah kepada suami, tanpa melarang isteri membantu beban ekonomi suami jika kesempatan dan peluang memang ada, dan tentu selama masih berada dalam batas-batas syari’ah. Ditengah-tengah tanggung jawab dakwahnya, suami harus bekerja keras agar dapat memberikan pelayanan fisik kepada keluarga. Sedangkan qanaah (bersyukur atas seberapa pun hasil yang diperoleh) adalah sikap yang patut ditampilkan isteri. Persoalan-persoalan teknis yang menyangkut pengelolaan ekonomi keluarga dapat dimusyawarahkan dan dibuat kesepakatan antara suami dan isteri. Kebahagiaan dan ketenangan akan lahir jika di atas kesepakatan tersebut dibangun sikap amanah (benar dan jujur).

7. Sikap kekeluargaan
Pernikahan antara dua anak manusia sebenarnya diiringi dengan pernikahan ”antara dua keluarga besar”, dari pihak isteri dan juga suami. Selayaknyalah, dalam batas-batas yang diizinkan syari’at, sebuah pernikahan tidak menghancurkan struktur serta suasana keluarga. Pernikahan janganlah membuat suami atau isteri kehilangan perhatian pada keluarganya (ayah, ibu, adik, kakak dan seterusnya). Menurunnya frekuensi interaksi fisik (dan ini wajar) tidak boleh berarti menurun pula perhatian dan kasih sayang. Sebaliknya, perlu ditegaskan juga bahwa pernikahan adalah sebuah lembaga legal (syar’i) yang harus dihormat keberadaannya. Sebuah kesalahan serius terjadi tatkala seorang isteri atau suami menghabiskan perhatiannya hanya untuk keluarganya msing-masing sehingga tanggung jawabnya sebagai pasangan keluarga di rumahnya sendiri terbengkalai.

8. Pembagian beban
Meski ajaran Islam membeberkan dengan jelas fungsi dan tugas elemen keluarga (suami, isteri, anak, pembantu) namun dalam pelaksanaannya tidaklah kaku. Jika Rasulullah SAW menyatakan bahwa seorang isteri adalah pemimpin bagi rumah dan anak-anak, bukan berarti seorang suami tidak perlu terlibat dalam pengurusan rumah dan anak-anak. Ajaran Islam tentang keluarga adalah sebuah pedoman umum baku yang merupakan titik pangkal segala pemikiran tentang keluarga. Dalam tindakan sehari-hari, nilai-nilai lain, misalnya tentang itsar (memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain), ta’awun (tolong menolong), rahim (kasih sayang) dan lainnya juga harus berperan. Itu dapat dijumpai dalam riwayat yang sahih betapa Nabi SAW bercengkrama dengan anak dan cucu, menyapu rumah, menjahit baju yang koyak dan lain-lain.

9. Penyegaran
Manusia bukanlah robot-robot logam yang mati. Manusia mempunyai hati dan otak yang dapat mengalami kelelahan dan kejenuhan. Nabi SAW mengeritik seseorang yang menamatkan Al Quran kurang dari tiga hari, yang menghabiskan waktu malamnya hanya dengan shalat, dan yang berpuasa setiap hari. Dalam ta’lim beliau SAW juga memberikan selang waktu (dalam beberapa riwayat per pekan), tidak setiap saat atau setiap hari. Variasi aktivitas dibutuhkan manusia agar jiwanya tetap segar. Dengan demikian, keluarga yang bahagia tdak akan tumbuh dari kemonotonan aktivitas keluarga. Di samping tarbiyah, keluarga membutuhkan rekreasi (perjalanan, diskusi-diskusi ringan, kemah, dll).

10. Menata diri
Allah SWT mengisyaratkan hubungan yang erat antara ketaqwaan dan yusran (kemudahan), makhrojan (jalan keluar). Faktor kefasikan atau rendahnya iman identik dengan kesukaran, kemelut dan jalan buntu. Patutlah pasangan muslim senantiasa menata dirinya masing-masing agar jalan panjang kehidupan rumah tangganya dapat diarungi tanpa hambatan dan rintangan yang menghancurkan.

11. Mengharapkan rahmat Allah
Ketenangan dan kasih sayang dalam keluarga merupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-hambaNya yang Salih. Rintangan-rintangan menuju keadaan itu datang tidak saja dari faktor internal manusia, namun juga dapat muncul dari faktor eksternal termasuk gangguan syaitan dan jin. Karena itu, hubungan vertikal dengan al Khaliq harus dijaga sebaik mungkin melalui ibadah dan doa. Nabi SAW banyak mengajarkan doa-doa yang berkaitan dengan masalah keluarga.

Wallahu a’lamu.

Tips Menjalani Hubungan Setelah Menikah

Di Awal september yg ceria ini admin akan mencoba membagikan tips kehidupan setelah menikah karena banyak para pasangan yang menganggap bahwa ini adalah wujud dan bukti dari ketulusan cinta.
Namun jika anda bisa berpikir sedikit lebih jernih dan rasional, ini merupakan sebuah awal dimana anda sebagai pasangan yang saling mencintai sedang dalam taraf pengujian cinta anda.
Lantas, apakah dengan menikah anda akan berhenti dalam pancarian cinta anda. ini merupakan sebuah pertanyaan yang sebenarnya mudah untuk dijawab. Namun, bagaimana anda menjalani adalah sebuah tindakan yang membutuhkan banyak sekali tenaga, pikiran, perasaan dan juga materi tentunya. Semua mendasar pada keinginan untuk bahagia. sebuah kata yang singkat namun begitu banyak definisi yang bisa ditafsirkan dan dicerna.
Nah, berikut ini sebuah catatan sederhana tentang 5 Tips Menjalani Kehidupan Setelah Menikah yang mungkin bisa anda pelajari dan bisa anda aplikasikan dalan diri anda bersama pasangan.
1. Membangun identitas dengan pasangan Anda sendiri (yaitu, terpisah dari keluarga dan saudara Anda dimana anda dahulu dibesarkan)
2. Membuka diri untuk berbagi keintiman dengan pasangan Anda dan membangun kebersamaan dari mereka, namun masih menetapkan batas-batas untuk melindungi otonomi masing-masing yang diinginkan.
3. Jika Anda memiliki anak-anak, saling bekerjasama dalam membesarkan dalam peran orangtua namun tetap melindungi privasi Anda dan pasangan Anda sebagai pasangan.
4. Membangun hubungan seksual yang sehat dan bermakna kaya, dan tetap menjaganya sebagai suatu kewajiban dalam keluarga.
5. Memposisikan hubungan Anda sebagai safe haven di mana kedua pasangan dapat mengekspresikan perbedaan, kemarahan dan juga pendapat mereka.
6. Hadapi krisis kehidupan yang tak terelakkan, dan mengatasinya, bersama-sama.
7. Sering melakukan diskusi canda untuk membuat tertawa yang berguna untuk mencegah kebosanan dan perasaan terisolasi antara anda dan pasangan.
8. Memelihara dan menjaga kenyamanan pasangan Anda sehingga dia akan memposisikan dirinya untuk bergantung pada Anda, dan juga berikan dorongan dan dukungan dengan semua keinginan pasangan jika itu untuk kebaikan.
9. Menjalani bersama setiap perubahan yang terjadi dalam hubungan Anda dari waktu ke waktu dengan tetap menawarkan romantisme seperti awal jatuh cinta.
Pada point terakhir, anda bisa melakukan sedikit hal gila namun bisa menjadikan hubungan anda semakin dekat dan romantis, seperti contohnya adalah dengan memposisikan pasangan anda adalah seorang teman dekat dimana anda dulu mulai mengenalnya. Dengan begitu, diharapkan anda akan tetap romantis..